DATUK SERI ULAMA SETIA NEGARA ABDUL SOMAD

Menjadi kehormatan bagi Yayasan Mandat Mataram, ditunjuk oleh Tuan Guru @ustadzabdulsomad, Lc, MA untuk mempersiapkan keris yang akan dikenakan dalam penganugerahan gelar ‘Datuk Seri Ulama Setia Negara’. Kyahi Sasmita, berdhapur Sempaner, berpamor Wahyu Tumurun, bertangguh Sultan Agung, berwarangka Wulan Tumanggal Trembalo Iras disungging Modang berintikan lambang perjuangan Palestina.

Ini pula menjadi syiar, untuk semakin mengikis dua kutub fahaman yang sama-sama keliru tentang warisan adiluhung berupa keris. Pertama, yang memperlakukan keris sebagai sarana kemusyrikan. Kedua, yang menyangka bahwa keris otomatis terkait dengan kemusyrikan.

Keris sebagaimana benda lainnya sesungguhnya netral; sebab apa jua bisa menjadi wasilah kemusyrikan: cincin, kafan, tasbih, sabuk, bahkan mushhaf, sobekan kiswah Ka’bah, kerikil jumrah, tulisan ayat, atau juga gadget kita yang tertuhankan karena menyita seluruh perhatian.

Maka inilah Rasulullah ﷺ merawat dan menamai dengan cinta pusaka beliau. Ada pedang Al Ma’tsur yang beliau warisi dari Ayahnya. Ada Al Battar yang merupakan warisan para Nabi; Musa, Harun, Yusya’, Dawud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, dan ‘Isa. Ada Dzul Faqar yang beliau wariskan pada ‘Ali. Ada Hatf yang konon diambil alih Dawud dari Jaluth lalu beliau tempa ulang. Ada Al Mikhdzam yang diwarisi Ahlul Bait dan diinkripsi nama Zainal ‘Abidin. Ada Qal’i yang ditemukan kakek beliau ketika menggali ulang Zam-zam. Ada Al ‘Adhb yang beliau pakai di Badr dan dipinjamkan pada Abu Dujanah di Uhud. Ada Al Qadhib. Ada Ar Rasub.

Telah jadi amanat ketika keris diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO pada 2005, untuk kian digali sisi ilmu, seni, dan sejarahnya; bukan mistiknya.

Tahniah, Tuan Guru!

Berikut sepotong nasehat dari bait syair Tuan Guru di hadapan Majelis Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat di Balai Adat Melayu Riau:

“Apa tanda Melayu menyapa
Lemah lembut bertutur kata
Apa tanda Melayu beragama
Takut pada Allah semata
Apa tanda Melayu bernegara
Tetes darah asal jangan hina
Kala menung datang menyapa
Saat tanah pusara sudah pun rata
Anak menantu jiran tetangga
Tinggallah diri sebatang kara..”


by