Tag: Yogyakarta

  • KECANTIKAN

    Konon, cantik itu relatif. Ia nisbi. Sebakda pesona yang telah diambil banyak bagiannya oleh Sarah dan Khadijah, oleh Yusuf dan Muhammad ﷺ, apakah yang masih tersisa? Seseorang terlihat cantik di mata kita, setelah andil jasmani yang jadi dasaran saja, terutama justru sebab tiada persoalan antara kita dan dia. Itulah mengapa orang-orang yang jatuh dalam goda…

  • Kampoeng Ramadhan; RENYAH DI LUAR, SYAHDU DI DALAM

    Kalau Ramadhan terbayang sebagai waktunya untuk lemas dan malas; betapa malunya kita pada Rasulullah dan para Salafush Shalih sebab sungguh justru Ramadhan mereka dipenuhi nyala ruh perjuangan yang semarak. Dari Badar hingga ‘Ain Jalut, dari Fathu Makkah hingga Proklamasi Kemerdekaan RI; Ramadhan menjadi latar yang berseri. Jihad Ramadhan selalu dihakikati dua sisi; gempita penuh semangat…

  • KANGJENG KYAHI TUNGGUL WULUNG

    Bersama gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram untuk Susuhunan Agung Hanyakrakusuma, utusan Mataram yang menjumpai Syarif Makkah Zaid ibn Muhsin Al Hasyimi di bawah kuasa Sultan Murad IV dari Daulah ‘Utsmaniyah itu membawa beberapa hadiah untuk sang penguasa di Karta. Selain tarbusy ‘Utsmani yang jadi kuluk Sultan, Piagam Pengangkatan, dan Enceh (guci) Kyahi Mendhung berisi…

  • SURAKARTA

    Sebagai anak Yogya, para sepuh kami entah sengaja atau tidak rupanya selalu menanamkan bahwa segala yang berbau Solo itu kurang baik dan tak menarik. Perbedaan yang menajam sejak Perjanjian Giyanti 1755 itu terwariskan setidaknya di alam bawah sadar. Konon karena Susuhunan PB II di Surakarta memilih memperwalikan kerajaan dan pewarisnya pada VOC sementara adiknya, Sultan…

  • UTUSAN (Palsu)

    Sukawati, 1755 Perang paling akbar yang pernah dihadapi Kongsi Dagang terbesar di dunia itu sudah berlangsung 9 tahun dan rakyat Mataram kian menderita bagai pelanduk di tengah tawuran gajah. Enam tahun lalu, Pangeran Mangkubumi akhirnya menerima desakan berulang-ulang menantunya, Pangeran Sambernyawa, untuk mau ditahbiskan menjadi raja Mataram dengan gelar Susuhunan Ingalaga di desa Kabanaran. Sambernyawa…

  • JENGKAR

    Surakarta, Mei 1746 Sang Pangeran menunduk dengan sesekali mengulum senyum. Para sentana dan nayaka yang dicekam prihatin tahu, senyum itu adalah perlawanan terhadap kepedihan, kepahitan, dan rasa terhina yang tak terperikan. “Tuan Patih, apa bukan sinting dan tak tahu malu namanya, pengecut tak punya jasa tapi menuntut hadiah akan keberanian?”, aksen Belanda berbau Perancis membahana.…