“Angin berembus semilir, merenggut dengan lembut bunga-bunga putih bersemburat kuning dari ketiak daun dan ujung-ujung ranting setinggi 3 tombak. Kembang-kembang itu berguguran menebar wangi, menghempas permukaan air yang dihuni ikan warna-warni. Duduk bersila dan bersedekap di atas batu lebar berwarna hitam, ternaungi cabang-cabang pohon kemuning yang tumbuh di tengah kolam, sosok yang menggumam dzikir itu masih terpejam. Kelopak-kelopak berbau harum bertebaran pula di jubah dan surban putihnya, bagai gemintang di sekitar wajahnya yang purnama.
Ketika dentum meriam dan suara tembakan bersahutan dari arah timur dan tenggara mulai membuat khawatir beberapa orang bersenjata yang merubung kolam, sang Pangeran membuka kembali kertas yang gulungannya disimpul dengan cincin perak berukir Tughra Sultan ‘Abdul Hamid I dari Daulah ‘Utsmaniyah. Di bawah khath Arab bergaya Diwani, tersurat terjemahan Jawanya dalam aksara pegon, ditulis miring dari kanan atas ke kiri bawah.”
(Spoiler, 2 paragraf pertama Prolog Calon Novel ‘Sang Pangeran dan Janissary Terakhir’).
……….
Pohon Kemuning (Murraya paniculata) dipilih oleh Pangeran Dipanegara untuk menjadi peneduh tempat tahannuts-nya di Pesanggrahan Selareja, sebelah timur laut purinya yang permai. Kegemaran beliau merenung dan bermuhasabah dalam naungannya, disuasanai wangi kembangnya yang berbunga sepanjang tahun. Pohon Kemuning pula yang dijadikan penanda petilasan dan keturunan beliau di banyak tempat di Jawa. Kangmas @roni.sodewo sampai menganggit sebuah batik yang dinamai “Sinebar Sekar Kemuning”.
Pohon bercabang banyak ini bisa mencapai tinggi 3-8 meter, dengan batang keras, beralur, dan tak berduri. Daunnya lebih kecil dari daun jeruk, majemuk, bersirip ganjil, anak daun 3-9 helai, letak berseling. Helainya berbentuk jorong, ujung runcing, tepinya rata atau agak beringgit, permukaannya licin berwarna hijau mengilap dan tak berbau jika diremas. Bunganya majemuk berbentuk tandan, warnanya putih semburat kuning, tumbuh di ketiak daun atau ujung ranting, berbau harum.
Sebagai tanaman usada, Kemuning memiliki banyak khasiat. Daun dan rantingnya berguna untuk mengatasi radang buah zakar (orchitis), radang saluran napas (bronkhitis), infeksi saluran kencing, kencing nanah, keputihan, datang haid tidak teratur, lemak tubuh berlebihan, pelangsing tubuh, nyeri pada tukak (ulkus), sakit gigi dan menghaluskan kulit.
Akarnya berguna untuk mengobati memar akibat benturan atau terpukul, nyeri rematik, keseleo, digigit serangga dan ular berbisa, bisul, ekzema dan koreng. Sementara kulit batang berguna untuk mengatasi sakit gigi, nyeri akibat luka terbuka di kulit atau radang selaput lendir.
_______________
Kayu Kemuning menarik untuk dijadikan bahan deder (hulu) Keris, sebagai perlambang manusia yang sedang mengendarai bahtera kehidupannya. Dua yang paling disukai biasanya berjenis Werut (seratnya bergalur-galur bagai lapis legit) dan Jengker (seratnya muyek, saling tumpang-tindih arahnya bagai mozaik yang indah). Trio #Keris berdeder kayu Kemuning, semoga berkah, dan selalu mengingatkan kita akan perjuangan bangsa serta kekayaan khazanah herba yang penuh manfaat.