Dalam barisan para angsa yang jelita, kadang menyempil terheret-heret pula si itik buruk rupa. Yang keliru dari itik yang lebih rudin bentuknya dan lebih kusam bulunya itu adalah; jika ia merasa bahwa dirinya serupa dengan kawanan angsa, atau malah merasa lebih istimewa karena berbeda.
Ah iya. Berkawan dengan para shalih dan mulia haruslah disertai kesadaran bahwa kita belumlah bagian dari mereka; selalu ‘sedang menuju’, dan tak pernah ‘telah sampai’. Meski ada saatnya menjadi alat penyuci, debu tayammum seperti kami ini harus tahu, bahwa ia hanya bagian dari kotor yang harus dibersihkan ketika gemericik air wudhu tersedia tuk menjadi thaharah sempurna.
Jazaakumullaahu khayran Ustadz @hanan_attaki @abufida.tj @steven.indra.wibowo, Abangnda @marioirwinsyah dan para gurunda lain nan tak terfoto yang kemarin di @hijrahfest menjadikan debu ini terhanyut dalam derasnya ilmu dan terbuih dalam gelombang ‘amal mereka.
Sungguh telah beruntung anjingnya Ashhabul Kahfi ketika membersamai dan menjagai para Ahli Iman, demikian pulalah tak muluk kami berharap agar kelak diingat oleh beliau-beliau di akhirat. Seperti kata Imam Hasan Al Bashri, “Perbanyaklah teman yang shalih, sebab mereka memiliki syafa’at di Yaumil Qiyamah.” Jika dosa membebat kaki hingga tak mampu ikut berlari, jika ‘amal diri tak mungkin mengejar langkah menuju jannah; semoga cinta kelak menghimpun kami di surga.
Ah, tak ada yang lebih menggambarkan perasaan ini daripada syair Imam Asy Syafi’i:
احب الصالحين و لست منهم
لعلي أن أنال بهم شفاعة
وأكره من تجارته المعاصي
وإن كنا سواء في البضاعة
“Aku mencintai para shalihin meski diri ini tak termasuk dalam kumpulannya.
Semoga dengan cinta itu kan kuraih syafa’at bersama mereka.
Dan aku tak suka pada dia yang maksiat menjadi perniagaannya.
Meski kami dalam berbagai-bagai sama keadaannya.”