“Semua orang kan kembali pada Allah setelah matinya. Tapi berbahagiah dia yang telah melangkah menuju Allah sepanjang hidupnya.”
[Sayyid Quthb]
Hidup adalah perjalanan yang digariskan memiliki 2 rasa: manis dan getir, lapang dan sesak, suka dan duka, nikmat dan musibah; serta sabar dan syukur.
Tak seorangpun bisa lepas dari 2 rasa itu, pun juga mereka yang dicintaiNya. Makin agung nikmat, besar pula musibahnya.
Imanpun tak menjamin kita selalu berlimpah dan tertawa. Tapi ia menyediakan lembut elusanNya dalam apapun dera yang menimpa.
Maka sabar dan syukur adalah wahana yang akan membawa hamba, menselancari kehidupan nan berrasa dua itu dengan iman di dalam dada.
Oleh hadirnya sabar dan syukur itulah, Nabi nyatakan betapa menakjubkan hidup dan ihwal orang beriman. Semua urusannya adalah kebaikan.
Sebab atas musibah dia bersabar, dan sabar itu membuatnya meraih pahala tanpa hingga, dicintaiNya, dan dibersamai Allah Subhanahu Wata’ala di segala rasa.
Sebab dalam karunia dia bersyukur; maka syukur itu membuat sang nikmat melekat, kian berganda berlipat, menenggelamkannya dalam rahmat.
Tapi hakikat sabar dan syukur sebenarnya satu saja; keduanya ungkapan iman tuk menyambut penuh ridha segala kurniaNya, apapun jua bentuknya.
Maka sabar adalah juga sebentuk syukur; dalam menyambut kurnia nikmatNya yang berbentuk lara, duka, nestapa, dan musibah yang niscaya.
Maka syukur adalah sebentuk sabar dalam menyambut kurnia musibahNya yang berupa kesenangan, kelapangan, kelimpahan, sesuka nan melena.
Maka tak ada kata henti untuk bersabar dan bersyukur; sebab ia 2 tali yang hubungkan kita denganNya; hingga hidup terasa surga sebelum surga.
“Jika sabar dan syukur itu 2 kendaraan,” ujar Umar, “Aku tak peduli naik yang mana.” Keduanya berlintasan ridhaNya; berjurusan surga.
_____________
Jazaakumullaahu khayran @salingsapatv
https://www.facebook.com/salim.a.fillah/videos/1470982372994877/