-
FITNAH
Kenalkah Tuan dengan Nashr ibn Hajjaj? Pada suatu hari Sayyidina ‘Umar ibn Al Khaththab berada dalam perondaan kelilingnya di kota Madinah, hingga beliau mendengar dari sebuah loteng rumah suara seorang gadis bersyair: هل من سبيل إلى خمر فأشربها ام هل من سبيل إلى نصر بن حجاج “Adakah jalan yang mengantarku pada khamr hingga dapat meminumnya?…
-
Gelombang KESADARAN
Ada zaman yang kaya akan gejala perubahan. Hati jernih dan akal sehat melihatnya dengan gamblang. Tapi mata yang dikaburkan kepentingan, tetap mencoba menyangkalnya. Ketika Republik Indonesia lahir, siapakah yang berani bertaruh bahwa bayi merah ini akan mampu menghadapi gelombang kembalinya kolonialisme yang menumpang sang pemenang Perang Dunia II? Betapa banyak penguasa daerah yang salah tebak,…
-
Dua MADZHAB Darurat HANGAT
Dalam tradisi kuliner di Vorstenlanden Jawa, konon ada dua madzhab utama mengikuti gaya hidup awal di masing-masing ibukota pecahan Kasultanan Mataram yang bersaudara. Di Surakarta, yang sejak masa Ingkang Sinuhun Susuhunan Pakubuwana II mengembangkan hubungan ‘saling menjaga eksistensi’ dengan VOC seperti ditandai dengan perjanjian perwalian 1749, berkembang budaya “Keplek Ilat” yang secara harfiah lebih kurang…
-
Dari GAZA ke GONDANGDIA
Saya mengenang kejadian 4 tahun lalu, ketika sebakda Shubuh dalam sebuah Masjid di Kota Gaza, saya duduk bersama wajah-wajah asing namun berhati akrab. Satu persatu dibimbing seorang Syaikh bergelar Doktor Ilmu Quran lulusan Damaskus kami bertilawah. Berbincang hangat seusainya, saya kian faham bahwa Al Qur’an adalah ruh perjuangan mereka, bertahun-tahun bertahan dalam kepungan. Ada halaqah…
-
ACEH Lon SAYANG
“Bijeeh bek leumah kulet. Peunyakeet bek leumah nyata. Adak sakeet bah di dalam. Bek hiram bak ie muka.” Inilah Hadih Maja yang menggambarkan ketangguhan kalian, o, para terkasih di Serambi Makkah. “Bibit jangan nampak kulit, penyakit jangan sampai kentara”, ujar kalian, “Rasa sakit simpanlah di dalam, jangan kelihatan di air muka.” Maka benarlah sabda shahih…
-
MENJAGA NEGARA
Patung berkuda itu mengacungkan telunjuknya, tepat ke arah istana. Lelaki yang ternyata berdarah Jawa, sekaligus Madura, sekaligus Sumbawa itu memang lambang perlawanan yang tak padam. Penangkapannya secara khianat di Magelang pada 1830 kian menjadikannya nyala di dada anak bangsa, bahkan hingga zaman kita. Pada 1955, Presiden Soekarno memerintahkan agar Haul yang ke-100 putra sulung Sultan…