Syahdan, seorang musafir mengunjungi rumah seorang ‘alim di suatu kota, yang dengan amat memesona baru saja menyampaikan khuthbah Jumat nan tersimak dengan khusyu’.
Memasuki ruangan dalam bangunan bersahaja, dia tak menemukan apapun selain senyum tulus, air yang sejuk, dan sajian siang yang dihulur lembut dalam wadah bersahaja. Ketika mengedarkan mata, selain alas yang didudukinya, tak ada benda lain yang lazim mengisi rumah. Kosong. Tapi terasa lapang. Melompong. Tapi tak hampa.
“Syaikh”, tanyanya memberanikan diri, “Di manakah perabotan dan perkakas rumahtangga Anda?”
Orang arif itu tersenyum. “Ah iya. Nah, di mana pula perabotanmu, Anakku?”
“Saya ini kan seorang yang hanya berkunjung”, jawabnya heran.
“Sama anakku, heheh.. Sama”, terkekeh Sang Syaikh. “Aku juga hanya pengunjung di dunia ini.”
Ada makna mendalam di perbincangan ini, seperti sabda Rasulullah ﷺ kepada Ibnu ‘Umar yang direkam Imam Al Bukhari. “Jadilah engkau di dunia bagai orang asing”, ujar beliau, “Atau musafir yang menyeberangi jalan.”
Barangkali tiap orang punya kiat masing-masing untuk menjaga hakikat makna ini di dalam hati. Adalah Imam Asy Syafi’i selalu berjalan dengan bertelekan tongkat meski usianya masih muda dan tubuhnya masih perkasa. Beliau masyhur dapat menunggang kuda tanpa pelana sembari memegangi kupingnya, dan jika membidikkan 10 anak panah, tak satupun luput dari sasarannya.
Maka seseorang bertanya, “Buat apa engkau bertongkat padahal kau masih belia dan badanmu pun tampak kuat?”
“Untuk senantiasa mengingatkan diri”, ujar beliau sembari tersenyum, “Bahwa aku ini hanya musafir yang mampir. Singgah tuk mengabdi saja, tidak tinggal selamanya.”
Seorang mukmin memang menjadikan dunia hanya sebagai persinggahan. Tapi dia tamu yang baik. Mampir untuk membaikkan dan meninggalkan kebaikan.
Adapun perjalanan kita, ujungnya kelak adalah pengadilan. Maka seyogyanya kita sedikitkan beban dan perbanyak bekal, kurangi penggugat dan tambahlah pembela hingga berlipat.
__________
Mampir dalam perjalanan Melbourne-Jakarta-Yogyakarta di tempat yang amat berbeda dengan rumah. Tetap untuk beribrah dan berhikmah. Taqabbalallahu minna wa minkum. ?