Selalu sukar bertatap langsung dengan wajah bersihmu, Guru… Karena sinaran matamu setajam bashirah hatimu, selalu menusukkan muhasabah tembus ke dalam qalbu. Karena tiap kali kau tersenyum sambil memandangi wajah ini, noda-noda di hati kami serasa tertelanjangi, tertampil ke muka tanpa bisa dihindari, mencekamkan malu tak terperi…
Tapi itulah kau yang rendah hati. Bertahun lalu kautahan supaya murid kurangajar ini tetap duduk di kursi, dan tanpa canggung kau berjongkok mendekati. Sudah kucoba-coba memaksa turun menggeloso saja, tapi kaupaksa jua aku tetap di sana. “Ada ilmu yang Akhi Salim punya, Abang belum punya. Maka Abang minta izin jadi murid, Abang minta Akhi Salim duduk di situ, syarahkan untuk Abang!”
Karena begitu banyak orang bersaksi akan kebaikanmu; kesaksianku sebenarnya sama sekali tak perlu. Maka engkau wahai Guru, yang diuji Allah dengan nikmat maupun musibah yang berlipat kali beratnya dibanding kami sesuai imanmu; hanya doa yang terhadiahkan selalu:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، مُذْهِبَ الْبَاسِ، اشْفِ استاذي محمد عارفين الهام أَنْتَ الشَّافِى لا شَافِىَ إِلا أَنْتَ، شِفَاءً لا يُغَادِرُ سَقَمًا
???