Adakah yang bersedia menjadi jembatan, di zaman ketika orang lebih suka membangun benteng-benteng dengan jendela tanpa kaca, dengan lubang kecil berterali dan puncak berjeruji?
Adakah yang bersedia menjadi jembatan, ketika sungai dilebarkan, arus dideraskan, aliran digemuruhkan, dan banjir yang memisah kumpulan riuh dirayakan?
Adakah yang bersedia menjadi jembatan untuk berada di tengah dua daratan, memihak hanya pada yang Haq, menjadi penghubung kedua pihak, dengan keniscayaan untuk dikanankan oleh yang kiri dan dikirikan oleh yang kanan?
Adakah yang bersedia menjadi jembatan, tuk memungkinkan terjadi perjalananan, pergantian, pertukaran, dan pengakuan, di zaman ketika tiap sisi menganggap dirinya telah sempurna dan tak berhajat pada selainnya?
Adakah yang bersedia menjadi jembatan, menunaikan bakti dengan menanggung beban, diinjak-injak demi pertemuan, kesalingfahaman, pengertian, dan persaudaraan?
Adakah yang bersedia menjadi jembatan, ketika ia dilupakan, tak dianggap selain sebagai umumnya jalan, air pasang merendam, bah dan bandang menerjang, pun kedua sisi tak dapat diandalkan tuk jadi tumpuan?
.Adakah yang bersedia menjadi jembatan, bagi ummat yang rapuh di akhir zaman? “…Maka damaikanlah di antara kedua saudara kalian, dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kalian semua dirahmatiNya.” (QS Al Hujuraat: 10)
_____________
Jazaakallaahu khayran HANIFAN YUDHANI KUSUMA. Meski pilihan di 2019 mungkin tak berubah, hal-hal seperti yang kaulakukan layak jadi teladan. Jangan lelah mencintai Indonesia, Pak @jokowi & Pak @prabowo gantian bolehlah.?