Ada orang shalih yang hobi menjebak orang shalih lainnya.
KHA Wahab Chasbullah dan KH Bisri Syansuri muda adalah teman mondok yang nyaris tak pernah akur. Mbah Wahab yang kuat dalam Ilmu Ushul terkesan longgar fikihnya, sedangkan Mbah Bisri yang kokoh dalam Ilmu Fiqih tampak ketat hukumnya. Dari Isya’ sampai Shubuh ngotot-ngototan kedua santri itu sering tak usai.
Tapi lawan debat adalah kawan berjuang. Wahab muda tahu, Bisri muda yang ngeyelan ini kelak akan jadi mitra yang tangguh. Maka bagaimana mengikatnya?
“Sampeyan mau naik haji?”, ujar Mbah Wahab.
“Ya jelas mau”, sahut Mbah Bisri, “Tapi fekir je saya ini.”
“Berangkat ya bareng aku. Tenang, insyaallah aku yang mbayari.”
“Yang benar?”
“Iya.”
Maka merekapun berjanji berangkat bersama dengan kapal dari Pelabuhan Surabaya. Di hari yang disepakati pada suatu Syawal, merekapun bertemu.
“Sepurane”, ujar Mbah Wahab, “Sampeyan berangkat sendiri ya. Aku ada urusan lain yang tidak bisa ditinggal je. Terus sekalian titip adikku ya. Ini Dek Khadijah juga mau naik haji.”
“Wah”, sahut Mbah Bisri.
“Kenapa?”
“Lha ajnabi je. Masak dititipkan?”
“Ya sudah. Dihalalkan ya. Ini sudah kusiapkan maharnya, juga aku bawa saksinya. Kalian akad nikahan di sini saja sebelum berangkat. Wis bismillah, aku Walinya Dek Khadijah.”
“Matik aku”, gerutu Mbah Bisri menepok jidat. Dan pasangan Bisri-Khadijah pun menikah, menjadi keluarga berkah, penuh sakinah, diguyuri mawaddah, dianugerahi rahmah. Bahagia sekali Mbah Wahab punya adik ipar seperti Mbah Bisri, kelak mitra dahsyat membangun Nahdlatoel Oelama di sisi Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari.
_____________
Sowan kepada Allaahu yahfazhuh, KH Ubaidillah Akhyar di Pondok Pesantren Al Fatah, Temboro, Magetan, Jawa Timur. Alhamdulillah tidak ada penjebakan, terlebih pada @alfredodstefano yang masih jomblo. Hanyasanya seluruh yang hadir memang dibuat ketar-ketir karena Kyai sering menyebut dengan penuh syukur bahwa beliau sudah berputra 20 orang dari 4 istri. “Tenaganya sama”, ujar beliau bercanda, “Hanya diperbanyak sawahnya.”
Kediaman beliau masyaallah tetap begitu bersahaja, dan kekayaan beliau yang paling terbanggakan adalah lebih dari seratusan kuda yang beliau pelihara dan tunggangi karena hadits:
الْخَيْلُ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Kuda itu, pada ubun-ubunnya terdapat kebaikan yang tetap hingga hari kiamat.” (HR Muslim)
Pesantren di atas lahan 100 hektar yang kini menaungi pendidikan sekira 24.000 santri ini, rupanya bermula dari Patih Mataram zaman Kartasura, Nerangkusuma di masa Amangkurat II yang bekerjasama dengan Untung Surapati melawan Belanda dan menghabisi Kapten Tack.
Setelah keluar dari Istana Mataram, Patih Nerangkusuma yang keturunan Sunan Drajat bin Sunan Ampel beserta keturunannya merintis dakwah di wilayah Kadipaten Madiun, salah satunya wilayah Temboro, hingga kelak menjadilah Pesantren Al Fatah yang dikenal kokoh dengan Madzhab Syafi’i namun pula secara dakwah dekat dengan manhaj Jama’ah Tabligh. Nafa’anallaahu bihim.