Ah, betapa sedikit waktu bersama kita di dunia, Cinta..
Padahal aku tahu amat berat tugasku atas kalian..
Seakan saat akad kuucap pada walimu, dan saat anak kita pertama kali meneriakkan tangisnya.. Kalian berseru-seru, “Bawa kami pulang ke surga”..
Sebab bukan bekerja, bukan menafkahi, dan memimpinlah tugas suami yang paling membebani jiwa..
Tapi firmanNya, “Quu anfusakum wa ahlikum naaraa!”
Ah, betapa sedikit waktu bersama kita di dunia, Cinta..
Dan aku mempersedikitnya dengan pergi dan pergi lagi.. Sampai-sampai orang bertanya, “Ustadz itu tidak pernah pulang ya?”
Meski jeri kujawab pula dalam canda, “Justru saya sering pulang. Karena sering pergi. Yang tidak pernah pulang adalah mereka yang tak pernah pergi.”
Ah, betapa sedikit waktu bersama kita di dunia, Cinta..
Hingga tiap kali aku pergi, tak kudapati kalimat pamit selain ini; “Andai kebersamaan hakiki ada di dunia ini, takkan kutinggalkan kalian walau sedetik saja. Tapi kita sama-sama tahu, bahwa kebersamaan sejati ada di surga nanti. Maka kini aku izinkan pergi beberapa jenak, untuk menambah bekal agar kebersamaan kelak kian indah lagi.”
Ah, betapa sedikit waktu bersama kita di dunia, Cinta..
Hingga barangkali ke sana-kemari aku mendapat puji..
Yang kadang terasa lebih sering daripada tulusmu memberi..
Untunglah kau selalu ingatkan aku akan hakikat diri..
Bahwa kau dan anak-anaklah yang bagiku jadi saksi sejati..
Bahwa meski seluruh dunia tersenyum kagum, semua kesaksian mereka batal jika kau, anak-anak, dan tetangga berkata, “Hadeeh..”
Sebab sabda Nabi terpatri, “Yang terbaik di antaramu, yang terbaik pada keluarganya.”
Cintaku, di tiap pamitku, kutitipkan diriku pada doa-doamu.. Dan kutitipkan engkau pada Yang Cintanya padamu lebih dari cintaku..
Ar Rahmaan.. Ar Rahiim..
__________
@indahnursalim