Adalah Sultan Al Kamil menyerahkan Jerusalem pada pasukan Salib ke-6 di bawah Frederick II pada 1240, dan Turan Shah Al Mu’azhzham beberapa kali menegosiasikan kota suci itu untuk mengamankan Mesir. Sejarawan muslim tentu menulis hal ini sebagai pengkhianatan dan kekonyolan.
Tapi sesederhana itukah?
Dr. Sarah Abdul Fattah Al ‘Awaisy dalam sebuah presentasinya di Istanbul Syawal lalu tentang para Sultan Ayyubiyyah mengajak kita meninjau kembali persepsi ini. Bahwa ternyata, berdasar pengalaman tempur bertahun-tahun Shalahuddin, Mesir lah basisnya. “Jika Mesir terancam, tawarkan Jerusalem pada musuh. Sebab berapa kalipun kau kehilangan kota itu, selama kaugenggam Mesir yang kaya bahan pangan dan sumber daya manusia serta strategis secara militer dan politis; Jerusalem bisa kauambil kembali dengan mudah. Tapi kalau kehilangan Mesir, semua akan jadi pelik”, konon begitu kaidahnya.
Nah, mari beralih ke Nusantara.
Dengan nada mengecilkan perjuangan bangsa; kadang saya mendengar beberapa orang berkata, “Yang menjajah Nusantara ini hanya sebuah perusahaan saja.”
Melihat gambar di atas, kita harus meninjau ulang pandangan; bahkan pada beberapa penguasa yang terpaksa menyerah atau bernegosiasi. Sebesar apa sebenarnya perusahaan yang harus dihadapi jihad muslimin Nusantara sejak ia berdiri pada 20 Maret 1602 hingga bubar pada 31 Desember 1799?
Dua puluh perusahaan raksasa di masa kini bergabung baru bisa menyaingi valuasi VOC; belum lagi jika kita mengonversi aset dan omsetnya ke nilai di zaman kita. Jadi kalau Hasanuddin si Ayam Jantan dari Timur harus takluk oleh Speelman, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap, dan -bahkan- Amangkurat I menyerahkan Priangan Barat serta Pakubuwana II menyerahkan Pesisir Utara Jawa; memang perusahaan ini bahkan bisa mengambil alih banyak koloni yang langsung di bawah Raja Portugis dan Spanyol.
Maka selalulah kagum kita pada yang berani melawan, juga yang punya peran membangkrutkannya. Mataram mencatat nama Sultan Agung yang menyerbu Batavia dan Hamengkubawana I yang perangnya pada 1746-1755 berandil membuat Kompeni akhirnya tutup buku.
Ya Allah, rahmati pahlawan kami semua. Aamiin.