Setiap menatap kembali wajah kecil kita, ada lapis-lapis endapan kenangan yang tetiba bergumpal-gumpal memenuhi benak.
Tentang nikmat Allah. Betapa berlimpah ia memenuhi hidup, tak dapat dihitung, takkan bisa dihinggakan. Dan betapa amat banyak yang luput disyukuri, yang tersia tak bermakna, atau bahkan yang justru terguna dalam durhaka.
Tentang ‘amal-‘amal kita. Betapa sedikit bekal yang telah kita siapkan untuk hari kembali. Betapa kecil sumbangsih yang telah kita berikan pada kemaslahatan sesama. Dan tentu, alangkah banyak keburukan yang telah kita torehkan; pada Rabb semesta alam yang terus menerus begitu santun menutup aib diri, menabiri nista-nista dalam sepi. Juga hak sesama yang terambil, kehormatan yang terlanggar, dan berbagai goda yang terturutkan.
Tentang usia. Pada apa rupanya kita habiskan umur selama ini. Tidur yang banyak sekali. Lamun dan khayal yang tak henti-henti. Gerak tak berguna yang terus merajai. Dosa-dosa yang sering sekali menyelingi. Ah, betapa sedikitnya yang berarti. Dan kita masih menyebut diri hamba Allah. Dan kita masih merasa hidup ini semata-mata ibadah kepadaNya.
Sesekali, menatap foto diri di masa ketika pena masih diangkat dan dosa belum dicatat. Di sana kita temukan syukur sekaligus sesal atas apa yang ada pada hari ini; untuk menghidup-hidupi rasa takut sekaligus harap pada Allah yang kita juangkan untuk menjadi yang tertinggi dalam cinta di hati.
Ah, 27 tahun lalu. Rupanya sudah mulai tampak agak #MNCRGKNSKL.