Dia De Haantjes van Het Osten, Sang Jago dari Timur. Dia dididik oleh Raja Tallo sekaligus Pabbicara Butta Gowa, yang kelak menjadi mertuanya, Karaeng Pattingalloang.
.
Menguasai bahasa Arab, Inggris, Perancis, Spanyol, Portugal, Belanda, Jawa, & Melayu selain Bugis dan Makassar; khazanah ilmu dunia terbuka bagi Karaeng Pattingalloang. Demi mengenal dunia, dengan penuh minat didatangkannya bola dunia terbesar di zamannya, bergaris-tengah 1,3 meter, buatan kartografer termasyhur, Joan Blaeu; tiba 7 tahun kemudian di Sombaopu setelah dipesan. Semangat Karaeng Pattingalloang akan ilmu menggemparkan para cendikia Eropa, hingga sastrawan besar Joost van den Vondel menghadiahkan puisi pujian untuknya. Kelak ketika Joan Blaeu merampungkan Atlas Novus, peta dunia terbesar yang dikodifikasinya dari peta-peta susunan sang legendaris Gerrard Mercator, digambarnya Karaeng Pattingalloang beristiwa di ufuk langit timur, menjangka dunia dengan busur kartografinya.
.
Setahun kemudian, tiba pula teleskop rancangan Galileo yang kelak menemani malam-malam Karaeng Pattingalloang untuk mencermati langit, mempresisikan perhitungan kalender hijriah, memetakan bintang-bintang, dan membantunya merumuskan kebijakan terkait musim bagi pertanian dan pelayaran. Perpustakaannya dipenuhi buku berbagai bahasa, yang dengan penuh semangat dia minta untuk diterjemahkan, termasuk risalah Turki ‘Utsmani tentang pembuatan meriam, naskah dari Belanda tentang bendungan, serta buku dari Inggris tentang pertahanan kota dan perbentengan. Demi memuaskan dahaga ilmiahnya pula, dia minta didatangkan ke Makassar unta Arabia yang tersebut dalam Al Quran, juga gajah seperti yang dipakai Abrahah menyerang Ka’bah.
.
Dengan pendidik semacam itu, Raja Gowa-Tallo ke-16, Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana tumbuh menjadi penguasa yang percaya diri menghadapi kekuatan barat. Selama 1666-1669, panglima laut Belanda yang paling tangguh, Cornelis Speelman dipaksa mengerahkan aneka daya upaya untuk mengalahkannya.