SHALAT, Shalawat, SILAT

-tentang film SURAU dan SILEK-

 

“Lahianyo silek mancari kawan.
Batinnyo silek mancari Tuhan.”
-Gaek Djohar-

Adil yang pejuang, Dayat yang kocak, dan Kurip yang kutu buku ditinggal guru silat mereka merantau ke Jogja (!), padahal helatan pertandingan silek tinggal beberapa pekan lagi. Seorang cadiak pandai yang pulang kampuang setelah lama merantau melanglang buana dan mukim di Jogja (!), Pak Djohar, dibujuk oleh Rani, cucu sahabatnya yang juga adalah teman sekelas tiga sekawan ini untuk mengajari mereka silat.

Pertanyaan pertama Sang Gaek Pendekar pada ketiga bocah itu adalah, “Bagaimana shalat kalian?”

Film garapan Arief Malinmudo yang kental bahasa dan dialek Minang ini saya harapkan betul-betul menggugah kesadaran untuk kembali pada nilai-nilai dasar yang telah menjadikan Suku Minang salah satu bagian bangsa dengan sumbangsih yang amat besar bagi ummat dan negara. Dari masa ketika Dato’ Ri Tito, Dato’ Ri Bandang, dan Dato’ Ri Pattimang mengembara ke Nusantara Timur hingga kala nama Nazir Pamuntjak, Tan Malaka, Agus Salim, Hatta, Sjahrir, Natsir, dan Hamka mewarnai jagad Indonesia dengan kiprah mereka.

Saya pernah bertanya pada Pak Azwar Anas, selain faktor PRRI-Permesta, mengapa setelah tahun 1960-an tokoh Minang tak lagi seberkibar sebelumnya?

“Karena buyuang-buyuang awak tak banyak lagi yang tidur di surau.”

Surau. Ini tempat agung di mana pengajian Maghrib hingga didikan shubuh meletakkan dasar yang kukuh bagi jiwa kepemimpinan para tokoh bangsa. Ketika surau sepi dari anak muda, proses kaderisasi itu terputus. Rahim alam Minangkabau yang permai tak sepemurah dulu melahirkan tokoh-tokoh nasional.

Kembalilah ke surau, hai Buyuang.

Jiwa yang tertempa di surau juga harus diimbangi dengan raga yang kuat dan hawa nafsu yang terkendali. Di situlah peran silek, seni cantik yang mengandung falsafah agung. Silek secara lahiriah memang hanya gerak badan, namun bersama itu hati dan fikiran ditarbiyah untuk mengingat Allah, mencintai sesama, dan berjuang bagi kebenaran, kebajikan, serta keadilan.

Dengan anggaran yang konon sangat ringan, capaian film ini cukuik rancak. Sayang, pengejawantahan tema utama ke dalam cerita masih sedikit. Topik yang sebenarnya amat dahsyat bila dikembangkan ke dalam plot justru kita dapati narasinya kebanyakan dari monolog Gaek Djohar.

Tak ada karya insan yang sempurna; sehingga sebakda catatan di atas saya mohon izin menyampaikan, rugilah yang tak menontonnya. Shalat, Shalawat, dan Silat. Tapi kata @zaky_zr, ketiganya belum lengkap tanpa yang Shalihat.?


Posted

in

by

Tags: