Kutuang madu ke dalam tehku, kutaruh bunga di dekat cangkirnya. Tapi tanpa senyummu, ada pahit menyesak memenuhi dada.
Jarak dan waktu coba menyembunyikan kecantikanmu. Sayang keduanya tak tahu; bahwa senyum yang terukir di hatiku lebih jelita dari segala nyata.
Ketika rindu melengking sebelum terhempas; ketika jumpa kita hanya terpisah sehela nafas; seluruh ufuk menggerimiskan wajah bersenyummu dengan deras.
Duhai, tahukah kamu; senyum di wajahmu, yang basah oleh wudhu’, di sela tilawah syahdu, adalah seiris surga tersiram madu…