SANTRI

Selami kehati-hatian suci duhai penuntut ilmu; jauhi nyenyak & tinggalkan kenyangmu.

Langgengkan belajarmu dan jangan beranjak. Dengan dikaji, ilmu tegak, kian menanjak.
{Az Zarnujy, Ta’limul Muta’allim}

ياطالب العلم باشـر الورعا
وجانب الـنوم واترك الشبعا

‏وداوم على الدرس لا تفارقه
فإن العلم بالدرس قام وارتفعا

Mereka yang ridha Allah menjadi Rabbnya, Islam menjadi diinnya, dan Muhammad menjadi Nabinya; tertuntut untuk menempuh jalan ilmu. Memburu ilmu menjadi kefardhuan yang amat wajib sebab agama ini diperuntukkan bagi akal yang tafakkur, membaca semesta dengan nama Rabb pencipta, meyakini La ilaaha illallah dengan ilmu, dan menyimpulkan bahwa Allah tak sia-sia mencipta segala, Maha Suci Dia, dan kita mohon dijaga dari api neraka.

Menjadi santri berarti menapaki salah satu jalur paling seru di jalan ilmu itu.

Tetapi “santri” barangkali bukan hanya kata benda untuk menggambarkan mereka yang bertungkus-lumus di pesantren, menempa kewaskitaan dalam pembelajaran adab sebelum ilmu dari para Kiai-guru. “Santri” barangkali adalah kata sifat yang melekat pada siapapun yang menjaga adab terpuji pada Allah, RasulNya, ilmu, dan guru.

Bahwa ada beberapa sosok yang menghabiskan kemudaannya dengan mondok tapi malah terjumudkan lalu gegar budaya menghadapi segala yang dikiranya maju; maka sungguh ia pula berarti sifat santri tak terjamin oleh ijazah dan status alumni.

Menjadi santri adalah berilmu amaliyah dan beramal ilmiyah hingga mati, suatu proses yang tiada henti. Dengan itulah ia berrendah hati, menginsyafi bahwa kian bertambah ilmu, makin terlihat bahwa dirinya belumlah tahu.

Seorang santri belajar dan mengajar, mengkaji dan berkarya, bertekun dan beramal; dengan terus membawa ketundukan pada Allah dan kerundukan hati pada sesama hambaNya.

Seorang santri memahami, bahwa jikapun karyanya lebih hebat dari pendahulunya; menyebut, mengakui, menghormati, dan mendoakan para perintis ilmu adalah sebuah kewajiban.

Seribu bait berlirik menakjubkan dan berima indah telah tersusun rapi di benak Jamaluddin ibn Malik Al Andalusi, siap untuk dituangkan. Beliaupun menggenggam pena dan menuliskannya hingga sampai pada bait:

و تقتضي رضا بغير سخط
فائقة ألفية ابن معط

Yang berhak atas kerelaan tanpa benci, karyaku ini mengungguli Alfiyahnya Ibnu Mu’thi.

فائقة لها بألف بيت…………..

Yang unggul padanya dengan seribu baitnya, ………………

Sampai di sini tetiba bait itu putus. Penanya menggantung, tintanya menetes. Berjenak-jenak lamanya Ibnu Malik tertegun dan merasa akalnya seolah terhisap. Yang semula telah tersusun sempurna, seribu bait itu kini lenyap saat dia mulai mengimlakkan pengantarnya. Berhari-hari terasa gelap.

Salah satu riwayat menyebutkan, suatu malam Ibnu Malik berjumpa dengan Yahya ibn Mu’thi Az Zawawi dalam mimpinya. Ketaksanggupannya melanjutkan nazham itu dijawab oleh Ibnu Mu’thi:

فائقة لها بألف بيت
و الحي قد يغلب ألف ميت

Yang unggul padanya dengan seribu bait, si hidup memang menang jika melawan seribu mayyit.

Ibnu Malik tergeriap bangun dengan kesadaran baru; tak layak baginya merendahkan karya Ibnu Mu’thi karena yang bersangkutan sudah wafat, tak lagi mampu untuk membela diri dan mendebat. Maka dengan penuh keinsyafan digantinya bait itu:

و هو بسبق حائز تفضيلا
مستوجب ثنائي الجميلا

Namun beliau menjadi amat utama kerana lebih dulu berkarya, sungguh terwajib beroleh pujianku yang jelita.

و الله يقضي بهبات وافرة
لي و له في درجات الآخرة

Semoga Allah tetapkan anugrah luas berlimpah, bagiku dan beliau di derajat-derajat akhirah.
Akhirnya, mohon izin menutup anggitan ini dengan Ta’limul Muta’allim lagi; sebab menjadi santri adalah pembelajaran tak henti-henti:

أخدم العلم خدمة المستفيد
وأدم درسه بفعل حميد

Layani ilmu dengan khidmah penadah faidah sejati. Langgengkan pembelajarannya dengan perilaku terpuji.

 

14615693_1121578931268558_2937124328862779441_o


Posted

in

by

Tags: