Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keude Meulaboh atawa ulon akan syahid di jalan Allah! Besok pagi kita akan minum kopi di Kota Meulaboh, atau aku akan syahid di jalan Allah!
Teuku Umar, 1899
Dua kali lelaki ini memainkan tipu muslihat yang membuat Tentara Kolonial Belanda kelabakan.
Pada 1883, setelah 10 tahun berperang sejak usia 19 tahun, dia menyatakan berdamai dan diterima dengan baik oleh Gubernur Van Teijn. Berpura-pura menundukkan pos-pos perlawanan rakyat, -yang sebenarnya adalah menyatukan-, Belanda menyetujui pemintaannya untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pang Laot sebagai tangan kanannya.
Pada 1884, Nicero, sebuah fregat milik Inggris disandera Raja Teunom dengan pinta tebusan 10.000 dolar. Kerajaan Inggris menuntut Pemerintah Kolonial menyelesaikan hal ini. Teuku Umar yang ditugaskan merebut kembali kapal itu meminta pasukan, senjata, dan logistik yang besar, bahkan disertai 32 prajurit Belanda dan diangkut dengan kapal Benkulen. Di tengah laut, semua pasukan Belanda dibunuh, seluruh senjata beserta logistik dijadikan modal bergabung kembali dengan perlawanan.
Pada 1891, ulama yang menjadi ruh jihad Aceh, Teungku Chik Di Tiro gugur. Teuku Umar melihat rakyat kian menderita oleh perang dan dia bertaktik lagi.
Pada 1893, dia menyerahkan diri kepada Gubernur Deykerhooff bersama 13 orang Panglima bawahannya setelah mendapat jaminan. Teuku Umar dihadiahi gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Nederland. Istrinya, Cut Nyak Dien sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu. Tapi Lampisang, rumah mereka ternyata jadi tempat pertemuan para pejuang.
Pada 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar.
Panglima dahsyat yang #mncrgknskl ini akhirnya menjemput syahidnya dalam penghadangan di Meulaboh pada 11 Februari 1899.