PENGADUAN (Bag. 2)

Dalam sebuah acara akbar di kota Isma’iliyah, Presiden Mesir saat itu, Anwar Sadat berpidato. Di antara hal yang disampaikannya pada forum terbuka itu adalah tuduhan dan hujatannya terhadap Jama’ah Ikhwanul Muslimin sebagai “orang-orang sektarian, ekstrimis agama, radikalis sesat, penipu rakyat, yang berniat jahat terhadap bangsa, dan negara.”

Begitu turun dari mimbar, Anwar Sadat terenyak. Ternyata di acara itu hadir pula Ustadz ‘Umar At Tilmisani, pemimpin Jama’ah Al Ikhwan. Mursyid ‘Aam ketiga yang menerima amanah kepemimpinan organisasi dakwah setelah Hasan Al Banna dan Hasan Isma’il Al Hudhaibi ini memandang sang Presiden dengan senyum teduh namun sorot tajam.

Sang Presiden segera mendekatinya dan menyalaminya dengan ta’zhim tapi dengan perasaan campur aduk.

“Sudah selayaknya”, ujar Ustadz ‘Umar At Tilmisani, “Sebagai rakyat yang kaupimpin, jika mendapatkan kezhaliman dan fitnah, maka kami akan mengadukan masalah kami kepadamu.” Beliau berhenti sejenak sambil menampakkan senyum kecewa. “Tapi jika kezhaliman dan fitnah itu justru datang dari dirimu, kepada siapa lagi kami mengadu?”

Anwar Sadat tersenyum kecut.

“Ya, kami hanya akan mengadukannya kepada Allah saja.”

Kata-kata itu menitikkan bulir keringat dingin di dahi sang penguasa Mesir. Presiden yang dikecam dunia Islam karena menjadi pemimpin Arab pertama yang merintis perjanjian damai dengan Negara Zionis itu lalu kembali menggenggam tangan Mursyid ‘Aam dengan gemetar dan meminta maaf berulangkali jika dia dianggap telah berbuat salah.

Tetap dengan senyumnya yang khas, Ustadz ‘Umar At Tilmisani mengatakan, “Tenanglah wahai Tuanku Presiden. Kami mengadukanmu kepada Dzat Yang Maha Adil lagi tidak pernah zhalim, dan Dia Maha Teliti lagi tidak pernah keliru.”

15055600_1140419799384471_4567602589687681702_n


Posted

in

by

Tags: