NYANTRI

Setiap santri punya pengalaman berkesan yang takkan dia lupakan sepanjang usia. Sayapun demikian, ketika mondok di Plaosan antara tahun 1996-1999.

Suatu hari, junjungan kami, Allahuyarham KH. Mu’tamid Cholil memanggil saya ke nDalem. Saya ditarik ke ruang makan untuk menemani beliau bersantap.

Ada lauk terhidang di meja, tentu sangat istimewa bagi santri. Berkuah gelap, semacam masakan semur. Karena dipaksa-paksa oleh beliau untuk ambil duluan, saya dengan ta’zhim memilih irisan yang kecil saja, agar Kyai nanti dapat menikmati bagian yang besar.

Dan ternyata yang kecil itu daging. Yang besar itu terong. Alamak!

Tapi guru yang penuh kasih selalu punya doa tulus untuk santrinya. “Salim ampuh temen dening yha.. Mangane daging. Tuli kaya Landa lah. Garep tekan ngendi-ngendi kiye!”

Kini ketika semua propinsi negeri ini pernah saya kunjungi, beberapa hingga pelosoknya, dan 5 benua juga sudah pernah saya injak, alhamdulillah, mata saya basah mengenang ucapan itu. “Makannya daging, seperti orang Barat. Tandanya akan sampai ke mana-mana!” Rahimahullahu rahmatan wasi’ah…

Konon ada 3 jenis santri yang paling berpeluang akan berhasil. Santri paling pandai, santri paling khidmah, dan santri paling nakal. Bahwa santri paling nakal peluang suksesnya tinggi juga; barangkali yang menyimpul ketiga jenis santri ini adalah doanya Kyai. Santri paling nakal, langganan dijewer, tapi namanya juga akan selalu terngiang untuk disebut dalam doa tahajjud Sang Kyai.

Alkisah Gus Syamsul, bukan nama sebenarnya, nakal sekali saat jadi santri. Tapi begitu Pamandanya yang tak berputra wafat, dia dipanggil pulang untuk memimpin pesantren dengan beberapa ratus santri.

Sejak itu beliau berubah, mungkin menyadari tanggungjawabnya. Sangat khusyu’ beribadah. Sangat tawadhu’ bergaul. Sangat menjaga wibawa ilmu dan ke’ulamaan. Di kalangan para Kyai muda hingga sepuh, namanya terhormat dan disegani.

Tapi ada bagian masa lalu yang di luar kuasa kita untuk menghapusnya. Suatu hari Gus Syamsul diundang ke almamaternya untuk memberi taushiyah dalam acara Haul. Berjalan menunduk diiring beberapa pendherek memasuki lingkungan pondok yang ada di tengah pemukiman penduduk, tetiba seorang Ibu muda yang menggendong bayinya sambil menyusui dengan kenesnya menyapa, “Suulllll… Ih, sekarang sombong yaaa… Nggak mau nyapaaa!”

Gus Syamsul merasa bumi tiba-tiba gelap, sementara para pendherek sakit perut menahan tawa.

Bersama Gurunda Ust. Abdullah Sholeh Hadrami yang kemarin menjamu kami Zurbiyani, terhatur, “Selamat hari santri.”?


Posted

in

by

Tags: