JALAN MENIKUNG-NIKUNG

Barangkali Shalih(in+at) teringat novel “Para Priyayi” gubahan Prof. Dr. Umar Kayam, yang hingga kini jadi acuan mata ajar Sosiologi Jawa dan Antropologi Jawa di beberapa perguruan tinggi barat terkemuka? Ya, buku fiksi yang dikerjakan serius ternyata bisa menjadi referensi studi sangat serius.

“Jalan Menikung”, adalah tajuk sekuel dari “Para Priyayi”.

Masih melanjutkan kisah keluarga besar Sastro Darsono dari Wanagalih yang memasuki generasi keempat, ketika putra dari Harimurti bernama Eko mendapat beasiswa ke Sunnybrook College, Connecticut. Jalan menikung terasa bagi Eko, yang kemudian menikah dengan Claire, putri induk semangnya, Prof. Samuel D. Levin.

Kehidupan keluarga Tommy, sepupu Hari, yang penuh kemegahan namun berantakan secara susila di satu sisi, masih dikontraskan dengan saudara angkat mereka, Lantip, yang lurus dan bersahaja. Lantip telah menikah dengan Halimah, gadis dari Bonjol, sebagaimana aslinya Pak Kayam dalam kehidupan nyata yang beristrikan wanita Minang. Yang berbeda, Lantip dikisahkan terlambat menikah dan tak berputra karena menjadi penjaga dan penolong bagi semua masalah di keluarga anak cucu Eyang angkatnya, Raden Mas Sastro Darsono.

Keluarga besar itu dengan segala persoalan mereka seakan tak putus berada di jalan menikung.

Dalam kenyataannya, jalan menikung-nikung yang masyhur justru ada di San Francisco, Pantai Barat, bukan East Coast. Inilah Lombard Street. Meski tak sedahsyat Kelok Ampek Puluah Ampek di Agam, delapan tikungan tajam lagi menurun berkemiringan 27 derajat yang terentang hanya dalam 180 meter belokan dan 125 meter garis lurus membuat kecepatan yang disarankan hanya 8 Km/jam. Menghubungan The Presidio Boulevard di timur dengan The Embarcadero, orang California membanggakannya sebagai “the most crooked street in the world.”

Tapi setiap kita dalam hidup ini juga akan mengalami jalan menikung-nikung. Sebab Pencipta, Pemelihara, Pemberi Rizqi, Pengatur Segala Urusan, dan Penguasa kita Subhananu wa Ta’ala telah berfirman:

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja setelah mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar imannya dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS Al ‘Ankabuut: 2-3)

Maka dalam perjalanan kehambaan menuju Allah itu, mari kemudikan hati kita dengan tak henti merasa berhajat akan petunjukNya. “Ihdinash shirathal mustaqim.”


Posted

in

by

Tags: