BATIK (2)

Batik, kata Ayahanda Ahmad Mansyur Suryanegara, adalah huruf Ba’ yang bertitik. Masih menurut beliau, ialah inti segala inti. Karena pokok Al Quran adalah Al Fatihah, rangkuman Al Fatihah adalah “Bismillaahirrahmaanirrahiim”, dan penghulu basmalah adalah huruf Ba’.

Adalah para du’at penyebar Islam, menjadikan batik sebagai perangkat dakwah ketika mengenalkan motif-motif baru menggantikan gambar-gambar makhluq hidup yang dihindari.

Maka misalnya, lahirlah motif Parang Rusak yang menggambarkan lereng pendakian menuju Allah, yang membebat syahwat agar tak liar. Maka Raja-raja Mataram dan para Pangeran mengenakannya untuk selalu mengingatkan diri akan hakikat kehambaan. Lahir pula motif Wahyu Tumurun, menggambarkan Nuzulul Quran hingga Lailatul Qadr sehingga pada masa Sultan Hamengkubuwana I di Yogyakarta, ia dikenakan untuk beri’tikaf menyongsong karunia yang lebih baik daripada 1000 bulan.

Batik, di masa Kebangkitan Bangsa juga menjadi modal kemerdekaan yang tak terbantahkan. Siapakah yang menjadi penyokong utama dakwah KH Ahmad Dahlan saat memulai Muhammadiyah? Tanpa menafikan yang lain, jawabnya adalah para saudagar batik di Kauman, Karang Kajen, hingga Kota Gede. Apakah cikal bakal Syarikat Islam? Haji Samanhoedi dan kawan-kawan yang mengasasi SDI adalah para pedagang batik di Surakarta.

Batik adalah pembangkit bangsa.

Selamat hari Batik Nasional, Shalih(in+at). Di antara favorit kami yang tertampil searah jarum jam dari kiri atas; Sido Luhur, Kunir Pita, Sekar Sultanagungan, dan Kapal Api. Semuanya batik tulis gagrak Yogyakarta tercinta. Favorit lain insyaallah ditampilkan kali lain. Kenali batik, ilmui, hayati, cintai, lestarikan. Mari akrabi warisan adiluhung bangsa, meski kita akan tampak #MNCRGKNSKL


Posted

in

by

Tags: