Inilah “ihdal husnayain” atau satu di antara 2 kebaikan bagi mujahid dari Aceh Barat itu; ngopi atau syahid. Dan Allah memilihkan gugur mulia di jalanNya tuk beliau pada tahun 1899 itu, rahimahullah.
“Kelezathan kupinya Thuan”, kata Teuku Leubeh sang pengkhianat dalam film Tjoet Nja’ Dhien (1988) garapan Eros Djarot saat menjawab Kolonel Van Heutsz, kala ditanya apa yang masyhur dari Aceh. Ini pula mungkin yang mengokohkan hubungan Nangroe dengan Daulah ‘Utsmaniyah. Kopi Turki yang amat terkenal itu, yang paling istimewa dulunya dikirim Sultan dari kebun-kebun di Takengon.
Para penikmat kopi yang shalih & shalihah, ketika ‘budaya warung kopi’ ataupun ‘kafe’ menjadi identik dengan buang waktu & bincang kesia-siaan bahkan dosa; penting juga kita mengembalikan kopi kepada ashalah nilainya ketika dibawa dari Dataran Tinggi Etiophia ke kota Mukha’ di Yaman oleh muslimin permulaan abad ke-8. Kopi, sejak itu adalah sahabat ahli ibadah dan ahli ilmu. Ia menegakkan punggung para ‘abid agar kuat berlama qiyamullail. Ia pula menyangga mata para ‘ulama serta pelajar untuk mendaras kitab & berdiskusi.
Dunia mengenal Viennese Coffehouse yang masuk dalam daftar ‘Warisan Dunia Tak Benda’ oleh UNESCO. Kebudayaan kafe ala Austria ini dideskripsikan sebagai, “Sebuah tempat di mana ruang & waktu dikonsumsi, tapi hanya kopi yang dicantumkan dalam nota tagihan.” Meja marmer, air putih, & koran adalah pelengkapnya. Dengan kue manis khas seperti Apfelstrudel atau Sachertorte, tart cokelat yang diisi selai aprikot sesekali menemani, gaya hidup berkopi ini mendunia.
Maka mohon doa restu untuk membangun budaya kopi keshalihan, kopi kecerdasan, dan kopi perubahan bagi ummat serta bangsa, dimulai dari Balai Kopi Jogokariyan (@balaikopijogokariyan).
Semoga hidangan ala para pahlawan segera dapat dihadirkan.