Jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama telah memasyhurkan sebuah kaidah keagamaan dan peradaban yang amat penting, “Al Muhafazhatu ‘alal qadimish shalih, wal akhdzu bil jadidil ashlah.” Maknanya, “Memelihara nilai-nilai lama yang baik, dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.”
Dan itulah yang terjadi dalam sejarah. Kecuali pada keberhalaan yang membobrokkan ruhani, merudinkan cara berfikir, serta memandegkan keluhuran budi; risalah yang dibawa Nabi ﷺ tak serta merta hendak mengubur segala hasil peradaban lampau, melainkan memberinya pemaknaan baru, nilai-nilai yang kian meningkatkan marwah kehambaan dan harkat kemanusiaan insan.
Dinar Romawi dan dirham Persia misalnya. Keduanya terus dipakai dengan meneguhkan prinsip anti riba, kejujuran, pemberantasan tipu-tipu serta kecurangan, keadilan timbangan, kejelasan transaksi, hingga kerapian administrasi.
Lihatlah pula apa yang dilakukan Muhammad Al Fatih dan anak-anaknya pada Hagia Sophia, mahakarya arsitektural dari zaman Justinianus itu. Setelah Patriark Konstantinopel ditakhtakan di gereja pengganti yang sesuai, bangunan kolosal itu memang menjadi Masjid. Mozaik-mozaik fresco di langit-langitnya adalah sesuatu yang ‘mengganggu’ sebab larangan melukiskan apatah lagi wajah ‘Tuhan’ dalam Islam. Maka ditutuplah ia dengan sejenis plester, lalu dipasanglah panel-panel kaligrafi raksasa sebagai gantinya. Yang menakjubkan hingga kini; plester yang dipakai betul-betul hanya menutup, tidak merusak yang dilapisi. Bahkan, malah melindungi.
Di garis keturunan Al Fatih, Sultan Ahmad I (1603-1617) menandaskan makna itu dengan membangun Masjidnya hanya sepelemparan batu dari Hagia Sophia. Teknologi lengkung kubah diadopsi, disempurnakan dengan struktur irisan bertumpuk yang jauh lebih kokoh sekaligus lebih jelita. Enam menaranya yang ramping dan menjulang serta 20.000 keramik Iznik di bagian dalamnya yang berpendar kebiruan ketika disinari kandil seakan menegaskan bahwa peradaban Islam hadir bukan hanya untuk berlomba, namun memberi ruh baru yang segar dan mengilhami.
Dari Masjid Sultan Ahmad, terucap selamat berkarya Shalih(in+at). Peradaban adalah hadharah, kehadiran untuk memberi kontribusi.