Dari semua kekuatan seorang penulis, daya sentuh ini paling berat dibahas. Yang mericau ini pun masih jauh darinya, masih tertatih belajar merengkuhnya. Tapi pertama-tama, marilah kita jawab ketiga pertanyaan ini:
1) Mengapa saya harus menulis?
2) Mengapa hal ini harus ditulis?
3) Mengapa harus saya yang menuliskannya?
Seberapa kuat makna jawaban kita atas ke-3 soalan ini, menentukan seberapa besar daya tahan kita melewati berrupa-rupa tantangan menulis. Alasan kuat tentang diri, tema, dan akibat dunia-akhirat yang akan kita tanggung; akan menggairahkan, menguatkan, dan menekunkan. Keterlibatan hati dan jiwa dengan niat menyala itulah yang mengantarkan tulisan ke hati pembaca; mengetuk, menyentuh, menggerakkan.
Tetapi, tak cukup hanya hati bergairah dan semangat menyala saja jika yang kita kehendaki adalah keinsyafan suci di nurani pembaca. Menulis memerlukan kata yang agung dan berat itu; ikhlas. Kemurnian. Harap dan takut yang hanya padaNya. Cinta terhadap kebenaran di atas segala-galanya.
Allah menggambarkan keikhlasan sejati bagaikan susu; terancam kotoran dan darah, tapi terupayakan. Ia murni, bergizi, mengandung tenaga inti. Ia mudah diasup, nyaman ditelan, lancar dicerna oleh peminum-peminumnya, menjadi daya untuk bertaat dan bertakwa (Q.s. an-Nahl [16] ayat 66).
Maka menjadi penulis yang ikhlas sungguh payah dan tak mudah, ada goda kotoran dan darah, ada rayuan kekayaan dan kemasyhuran, ada jebakan riya’ dan sum’ah.
Jika berhasil dilampaui; jadilah tulisan, ucapan dan perbuatan sang penulis bergizi, memberi arti, mudah dicerna jadi amal suci. Sebaliknya; penulis tak ikhlas itu; tulisannya bagai susu dicampur kotoran dan darah, racun dan limbah; lalu disajikan pada pembaca. Ya Rabbi; ampuni bengkoknya niat dalam hati, ampuni bocornya syahwat itu dan ini, di tiap kali kami gerakkan jemari menulis dan berbagi.
Sebab susu tak murni, tulisan tak ikhlas, memungkinkan 2 hal:
a) pembaca muak, mual, dan muntah bahkan saat baru mengamati awalnya. Atau lebih parah:
b) pembaca begitu rakus melahap tulisan kita; tapi yang tumbuh di benaknya justru penyakit-penyakit berbahaya.
Menulis berkeikhlasan, menabur benih kemurnian; agar Allah tumbuhkan di hati pembaca pohon ketakwaan. Itulah daya sentuh sejati.
Daya sentuh di hati pembaca; bukan didapat dari wudhu dan shalat yang dilakukan dalam niat menoreh kata. Ia ada ketika kegiatan menghubungkan diri dengan Dzat Mahaperkasa, ibadah kesemuanya bukan rekayasa, tapi telah menyatu dengan jiwa. Lalu menulis itu sekadar satu dari berbagai pancaran cahaya yang kemilau dari jiwanya; menggenapi semua keshalihan yang mengemuka.
Terimakasih kepada Iman Shoppe Sales, kedai buku paling nyaman dan selesa di Malaysia, kerana berkenan memberi tempat dan menjamu kami kala merakam beberapa tayangan bincang untuk Youtube Channel Pro-You.