Dalam Bahasa ‘Arab, ungkapan “Syurtu al ‘asl” artinya “Aku menyuling madu”, yakni memilih & menyaringnya dengan keahlian & perangkat tertentu untuk mendapatkan yang paling murni, paling lezat, paling bermanfaat.
.
Konon dari kata ‘syara-yasyuru’ inilah “syura” & “musyawarah” terbentuk. Maka ia bermakna menyuling segala pendapat yang baik agar diperoleh yang terbaik. Dan kapankah ia diteguhkan dengan suatu perintah?
.
Sebelumnya, di QS Asy Syura: 38, Allah memuji musyawarah sebagai laku mulia orang-orang yang mematuhi seruan Rabbnya, yang mendirikan sholat dan menafkahkan rizqi di jalanNya.
.
Ketika ia dijalankan menjelang Perang Uhud, ternyata syura yang hasilnya memutuskan keluar menyongsong musuh, berlawanan dengan mimpi Rasulullah untuk bertahan di Madinah itu berujung kalahnya kaum muslimin dalam perang. Maka orang dengan jerih berkata, “Lain kali tak usahlah musyawarah, apa yang dikatakan Nabi, ikuti!”
.
Tapi Allah meluruskan bahwa yang jadi sebab kekalahan itu bukanlah musyawarahnya, melainkan hati yang tamak pada dunia & ketidaktaatan khususnya para pemanah kepada Rasulullah. Adapun tentang syura:
.
“Maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan tetap bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu!” (QS Ali ‘Imran: 159)
.
Maka musyawarah adalah salah satu pilar bermasyarakat terpenting dalam agama, sebagaimana Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang amat yakin akan perintah Allah tetap bermusyawarah dengan putranya. “Duhai putraku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku diperintahkan menyembelihmu. Coba kemukakan apa yang menjadi pandanganmu?”
.
“Ini menunjukkan”, ujar Buya Negarawan Mohammad Natsir kala meneguhkan jihadnya memperjuangkan Islam melalui Parlemen & Konstituante, “Seyakin apapun kita pada suatu perintah Allah, maka mengajak bicara semua pihak yang akan terdampak dari pelaksanaan perintah Allah itu adalah tuntunan agama pula.”
MEMILIH MADU
by
Tags: