KESAMPAIAN

Tidak semua cita yang kesampaian itu terwujud secara zhahir. Cita untuk syahid di jalan Allah misalnya.

مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ

“Barangsiapa mengharapkan mati syahid dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan mengangkatnya sampai ke derajat para syuhada’ meski ia meninggal dunia di atas tempat tidur.” (HR Muslim)

Lelaki itu menatap cawan yang dihidangkan padanya. Dia tahu, minuman itu berracun. Tapi sejak awal, bila ditanya mengapa pasukannya begitu berjaya di hadapan ratusan ribu Legiun Romawi yang terkenal perkasa, dia selalu berkata, “Aku membawa pasukan yang mencintai kematian sebagaimana kalian mencintai kehidupan.”

Maka dia memutuskan untuk meminum cairan pembunuh itu. Tentu dengan sebuah doa:

بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شيء في الأرض ولا في السماء وهو السميع العليم

“Dengan nama Allah, yang dengan asmaNya tiada kan membahayakan sesuatu apapun di langit dan di bumi dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Maka seusai minum, tubuhnya bergeletar sebentar, matanya memerah. Tapi tak lama kemudian dia tenang lagi seakan tak terjadi apapun. Panglima Romawi yang hendak berlaku culas ternganga. “Racun yang kupakai, cukup untuk membunuh seratus orang”, katanya.

“Agar kautahu”, ujar sang panglima muslim. “Ruhku di tangan Allah, tiada yang dapat memajukan atau memundurkan kematian yang telah ditetapkanNya.”

Lelaki itu, Khalid ibn Al Walid, memegang erat pesan Khalifah yang amat mengutamakannya, Abu Bakr Ash Shiddiq. “Carilah kematian, kan kaudapati kehidupan.”

Di perang Mu’tah, 13 pedang patah melayani kegagahan dan kegigihan lengannya. “Apakah Tuhan menurunkan pedang ini padamu hingga kau dijuluki pedang Allah? Tapi tak ada yang istimewa dari benda ini”, ujar panglima musuh yang mengamati senjatanya.

“Aku hanya menunjukkan pedangnya. Bukan lengan yang mengayunnya.”

Sepanjang hidup dia cari kematian itu, hingga tak ada sejengkalpun bagian tubuhnya tanpa luka. Tapi di akhir, inilah dia terbaring sakit dalam sakaratul maut di ranjangnya.

“Mengapa harus di sini kujemput kematian, padahal sepanjang hidup kususuri medan-medan pertempuran?”, keluhnya.

“Karena kau pedang Allah”, jawab seorang temannya yang menahan lelehan air mata. “Takkan Dia biarkan pedangNya patah di tangan musuh-musuhNya.”?


Posted

in

by

Tags: