Ya, selama tukang tambal ban kita masih ada yang menyebar paku, selama pembuat produsen makanan kita masih ada yang menambahkan bahan berbahaya demi awetnya, selama masih ada yang mengglonggong sembelihan atau menjual ayam mati kemarin, selama penjual di pasar masih ada yang pasang magnet di cawan timbangan, selama pegawai kantor masih ada yang me-mark up nota belanja, selama pejabat masih ada yang menerima amplop tak jelas, selama pemegang wewenang masih ada yang kong-kalikong dengan pemilik modal; masih akan panjang jalan yang akan kita tempuh untuk memiliki pemimpin yang takut pada Allah dan menyayangi rakyatnya.
Sebab pemimpin adalah wajah kita; dia cerminan rakyatnya.
كما تكونوا يولى عليكم
Seperti mana keadaan kalian, akan dikuasakan pemimpin atas kalian. (HR Ad Dailami dan Al Baihaqi)
Sanad hadits ini dha’if menurut Ibn Hajar Al ‘Asqalany, akan tetapi kita tetap dapat memetik pelajaran darinya. Apalagi di sebuah negeri yang pemimpinnya dipilih langsung oleh rakyat, selera para pemilih kebanyakan tentu masih sebagaimana keadaan mereka.
Barangkali ada yang kecewa dengan perkembangan politik hari-hari ini, gemas karena suara ‘ulama yang sebelumnya selalu jadi rujukan kini tak lagi diperhatikan, atau kesal karena calon yang diidamkannya tak mendapat jalan untuk maju memperbaiki negeri, fatawakkalnaa ‘alallaah.
Pertama mari perbanyak doa; sebab Allah tak kekurangan cara untuk menghadirkan kebaikan melalui siapapun yang dikehendakinya. Bisa jadi ketika kita mendoakan pemimpin, maka Allah perbaiki negeri ini dengan memperbaiki beliau.
Kedua; tak ada lagi manusia yang sempurna. Sepelik-peliknya pilihan kita nanti, mari kita ikuti arahan ‘ulama. Siapkan hati; barangkali memang kita akan memilih salah satu yang terbaik, tapi boleh jadi juga kita hanya akan memilih salah satu yang paling kecil madharatnya. Kita tahu pemilihan presiden Indonesia bukan cuma urusan kita, ada negara-negara adidaya hingga tikus maupun naga yang telah menyiapkan bertumpuk modal dan proposal untuk kepentingannya.
Ketiga; dakwah jalan terus. Kita sudah harus memikirkan agar 800.000 Masjid kita, tiap satu seharusnya mencetak seorang pemimpin. Dengan itu kita takkan kekurangan 2 Capres-Cawapres, 30-an Menteri, 550 Aleg, 130-an senator, 30-an Gubernur, 450 Bupati/Walikota, 5400 Camat, 70.000 Kepala Desa, dan Ratusan Ribu Ketua RW-Ketua RT. Bismillaah, dari Masjid kita lahirkan pemimpin bangsa. Insyaallah.