Nasehat itu permata. Tapi cara orang memberikan permata ini pada kita bisa berbeda-beda. Ada yang ditimpukkan ke muka, ada yang digenggamkan ke tangan, ada pula yang diam-diam diselipkan ke saku kita bersama senyuman. Nah, bagi kita, yang terpenting adalah, ambil permatanya!
Sebaliknya, memberi nasehat harus kita lakukan dengan memastikan bahwa ia telah benar isinya, indah caranya, tepat waktunya, jika mungkin rahasia, baik kesannya, bermanfaat bagi penerima, dan berpahala bagi kita.
Nah, dalam menerima nasehat, penting juga kita bermuhasabah, bahwa misalnya, jika kita masih merasa sakit kala dihadiahi nasehat, barangkali memang hati kita sudah masuk tahap perlu dirawat inap.
Yang berikut ini adalah nasehat yang pernah saya terima dari seorang saudara, ia permata yang direndam dalam misik murni, dibungkus kotak kayu cendana bertutup kristal kaca, segelnya dari emas berhias manik-manik indah, dihulurkan dengan senyum termanis yang pernah disaksikan dunia.
“Takutlah kita setakut-takutnya kepada Allah, sampai tiada sisa lagi rasa takut kepada yang selain Allah, dalam urusan amanah-amanah kita, di setiap rupiah lecek yang dititipkan jiwa-jiwa ikhlas yang Allah gerakkan memberi amanah kepada kita. Merintihlah kepada Allah agar setiap keping amanah ini menjadi saksi yang mencegah kita dari dilempar ke jurang Jahanam! Rasa takut inilah yang akan membuat Allah berkenan menolong kita. Bukan yang lain. Kalau rasa takut ini absen dari rongga dada kita, kita dalam bahaya yang sesungguhnya. Karena hal lain selain rasa takut yang ini, yang tampak di pelupuk mata kita hanyalah halusinasi dari syaithan. Jangan berhenti beramal dan menghamba kepada Allah sedetikpun! Kemenangan dunia-akhirat dari Allah sajalah harapan kita.”