Kenikmatan berkumpul dan bergaul dengan orang-orang shalih digambarkan oleh Sang Nabi ﷺ seperti berdekat-dekat dengan niagawan haruman. Darinya, amat mungkin kita peroleh kedermawanan lahir terlebih batin, memperkaya hati kita dengan ilmu, pemahaman, serta teladan akhlaq. Dengannya pula kita bertukar pengalaman dan penghayatan makna hidup berkehambaan. Dan padanya kita menyaksikan, menyimak, menghirup, serta menyerap atsar-atsar keshalihan yang mewangikan pengabdian pada Allah.
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi percikan apinya mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Al Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Maka alangkah genapnya segala keuntungan itu, jika secara lahiriah sahabat-sahabat kita itu juga pencinta sunnah Rasulullah ﷺ dalam memakai parfum.
Dari Muhammad ibn ‘Ali, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Apakah Rasulullah ﷺ memakai parfum? Beliau menjawab, “Ya, dengan minyak wangi Misik dan ‘Anbar.” (HR An Nasa’i)
Adalah Ustadz Mohammad Fauzil ‘Adhim yang semalam mensyarah tentang misik untuk kami. “Misik Abyadh atau Misik Madinah”, ujar beliau, “Berwarna putih serupa susu, kental pekat sehingga untuk memasukkannya ke dalam botol kecil perlu dipanaskan agar lebih cair. Tekstur dan warna maupun aroma dapat mengalami perubahan apabila telah dicampur dengan bahan lain, termasuk yang sekedar pengencer. Aroma kasturi ini sangat lembut, tidak menyengat namun kuat baunya sehingga tak mudah hilang.”
Inilah minyak yang disebutkan sebagai tetanahan bagi taman-taman surga. Dan inilah minyak yang menjadi pembanding, bahwa di sisi Allah, bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi darinya.
Bagaimana Nabi ﷺ memakainya? Berkata Ibunda kita ‘Aisyah;
“Adalah Rasulullah ﷺ jika akan berihram maka sebelumnya beliau memakai harum-haruman yang paling wangi yang beliau dapatkan kemudian aku melihat kilatan minyak wangi itu di kepalanya dan jenggotnya setelah itu.” (HR Muslim)
Misik atau kasturi, berasal dari fermentasi kelenjar yang mengeluarkan substansi pemikat lawan jenis pada Rusa Misik (Musk Deer), dan yang serupa dengannya juga berasal dari Musang Kasturi (Civet). Adapun ‘Anbar atau Ambergriss, konon berasal dari sperma yang terlepas ke laut ketika sejenis paus Sperm Whale mati, lalu gelembung-gelembung kental itu mengalami fermentasi hingga terhasilkan substansi harum yang menyengat.
Adalah kasturi juga disunnahkan bagi perempuan untuk dioleskan pada bagian kewanitaan dengan kapas setelah tuntasnya haidh dengan didahului pembersihan dengan daun sidr atau bidara. Manfaatnya? Masyaallah, sila digali diteliti. Sunnah senantiasa mengandung hikmah yang bestari.
Adapun kekhasan ‘Anbar adalah menghasilkan wangi spesifik pada tiap orang setelah beberapa saat bercampur dengan keringatnya. Sangat baik jika ia tersedia di dekat peraduan setiap malam, melengkapi Misik yang Ibunda ‘Aisyah kisahkan pula dipakai oleh Rasulullah ﷺ di seluruh badan beliau, bahkan hingga bagian ‘aurat kubranya.
Subhanallah, setelah lanturan ke mana-mana ini, intinya adalah mari senantiasa berkarib mesra dengan para penjual minyak wangi, seperti saya si keringat apak di tengah heharuman dalam foto semalam ini.