Kalau menua itu niscaya, mengapa kita tidak bersegera mencari mitra untuk menjadikan penuaan itu penuh makna dalam berbagi suka dan duka?
Saya teringat seorang Kyai bersahaja di Yogyakarta yang suatu hari berbincang dengan istrinya.
“Tak terasa waktu begitu cepat berlalu”, ujar Bu Nyai. “Sebentar lagi anak kita menikah, kemudian kita punya cucu. Saat itu, kamu akan tidur dengan nenek-nenek lho”, tandasnya sambil manyun.
“Ya nanti kalau kita sudah punya cucu, kamu kuliah lagi ya Bu”, sahut Pak Kyai.
“Lha buat apa?”
“Ya biar aku tidurnya sama mahasiswi lagi.”