IMAMUL MUTTAQIN (1) Iqtibas dari Taujih Syaikhina Dr. M. Mu’inuddinillah

Di antara sifat para hamba Allah Yang Maha Pengasih, ‘Ibadur Rahman, adalah doa mereka yang amat syahdu:

“Rabbana hablana min azwaajina wa dzurriyatina qurrata a’yun, waj’alna lil muttaqina imaama.. Duhai Rabb kami, karuniakanlah bagi kami dari istri-istri dan anak keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang bertaqwa.” (QS Al Furqan: 74)

“Yaitu”, ujar Ibn ‘Abbas, “Mereka memohon agar beroleh pasangan dan keturunan yang gemar beramal ketaatan sehingga sejuklah mata mereka di dunia dan akhirat.” Sebab sungguh tak ada yang menyenangkan hati orang mukmin, melebihi pemandangan ‘amal shalih yang ditampilkan oleh istri, saudara, kerabat, sahabat, dan anak cucunya.

“Dan mereka memohon agar menjadi Imam yang dapat memberi arahan dan teladan kebaikan-kebaikan kepada insan yang ada di sekitarnya, sehingga pahala orang lain yang mengamalkan keshalihan tersebut juga menjadi pahala mereka tanpa mengurangi pahala pelakunya sedikitpun.”

Tetapi jalan menjadi Imam adalah titian penuh ujian, seperti tapak-tapak Khalilur Rahman.

“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji dengan berlapis perintah dan larangan, maka dia menunaikannya dengan sempurna..” (QS Al Baqarah: 124)

“Lihatlah Allah telah mengujinya dengan bintang, bulan, dan matahari”, ujar Imam Hasan Al Bashri, “Dan dia meneguhkan imannya pada Rabb semesta alam. Bahkan Allah mengujinya dengan api, dan diapun bersabar. Lalu Allah mengujinya dengan hijrah yang berpindah-pindah, diapun tegar. Sampai-sampai Allah mengujinya dengan anak yang amat dicintainya, dan diapun berserah diri dengan sempurna.”

Maka Allah berfirman kepadanya:

“Sesungguhnya Aku menjadikanmu sebagai imam bagi seluruh manusia..” (QS Al Baqarah: 124)

Keimaman apakah sementara dia bukanlah raja? Keimaman apakah sedangkan dia tak berkuasa? Keimaman itu adalah digerakkannya hati manusia mengikuti teladannya, digerakkannya jiwa raga manusia mendatangi rumah yang dibinanya, digerakkannya ruh dan jasad menghayati manasiknya.

“Ibrahim berkata, ‘Dan anak turunku pula?’.. (QS Al Baqarah: 124)

Permintaan amat fitri dari seorang bapak yang penuh cinta. Maka apa jawab Rabb kita ‘Azza wa Jalla?

“Allah berfirman, ‘JanjiKu tidak mengenai orang-orang yang aniaya.” (QS Al Baqarah: 124)

Keimaman itu rupanya hanya pantas bagi orang yang adil, yang keadilannya tanpa mempersekutukan Allah. Adil, yang keadilannya berdasar pranata Rabbani. Adil, yang kebenciannya pada suatu kaum tidak menghalanginya tuk selalu lurus.

(Bersambung)

 14358856_1094970617262723_3229528879405400849_n

Posted

in

by

Tags: