TUANKU IMAM

“Adopun hukum Kitabullah banyak lah malampau dek ulah kito juo. Baa dek kalian?”


-Tuanku Imam Bonjol, Tabek Patah, 1833-

Barangkali memang ada bagian dalam buku ‘Tuanku Rao’ di mana Mangaradja Onggang Parlindungan mengkhayal dahsyat. Demikian telah diulas Buya Hamka dalam ‘Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao’. Tapi seperti pula dicatat Hamka, ada hal-hal menarik di sana yang bisa menjadi otokritik dakwah.

Ini bila pula benar dakuan Pak Parlin bahwa dia keturunan tokoh yang paling mengerikan gambarannya di buku itu; Tuanku Lelo. Hadirnya Islam di Angkola, Sipirok, Mandailing, Kotanopan, Padang Sidempuan, dan lainnya, hingga benturan di Tanah Batak Utara memang masih harus banyak dikaji.

Maka sungguh bijak Sang Imam dari Bonjol, yang terlahir sebagai Muhammad Shahab, yang bergelar Peto Syarif dan Malim Basa, ketika dalam rekonsiliasi dengan kaum Adat di Puncak Pato mengatakan kutipan di atas, “Adapun hukum Kitabullah, banyak yang sudah terlanggar oleh perbuatan kita juga. Bagaimana menurut kalian?”

Gerakan Padri sebagai harakah dakwah pemurnian Islam yang tentu tak luput dari kekhilafan, bertransformasi menjadi jihad melawan penjajahan. Kaum Adat yang selama ini jadi musuh, kini bahu-membahu bersama dalam perjuangan. Ini ijtihad dahsyat Sang Tuanku Imam sejak gerakan bermula dari pulangnya Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang serta sejak Tuanku Nan Renceh memaklumkan perang terhadap segala khurafat dari Kampung Kamang.

Rahimahumullaahu ajma’in.

Ah, betapa mahal yang harus dibayar ‘Alim tua ini setelah Bentengnya di Bonjol dikepung 6 bulan antara 16 Maret-17 Agustus 1837 oleh 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi.

Setelah Bonjol jatuh, gerilya berlanjut. Tapi dalam bulan Oktober 1837 di Palupuh, apa yang menimpa Pangeran Dipanegara di Magelang berulang untuk Tuanku Imam. Beliau ditangkap dan diasingkan ke Cianjur, lalu jasad ringkih rentanya dipindahkan ke Manado, hingga wafat di Minahasa pada 8 November 1864.

Doa kita untuknya. Semangat dia untuk kita.


Posted

in

,

by

Tags: