MAGELANGAN

Di antara makanan kesukaan saya adalah ‘Magelangan’. Ini memang menu yang hanya tersedia di lapak malam penjual ‘Bakmi Jawa’. Ia melengkapi kesemarakan yang berbahan itu-itu juga; Bakmi Godhog, Bakmi Goreng, Mi Nyemek, dan Nasi Goreng. Sejawatnya yang juga memakai nama daerah adalah “Ambarawanan”, alias “Sega Godhog”.

‘Magelangan’ dimasak di atas anglo berarang membara, dengan wajan besi hitam bersama sothil yang beradu saling gesek. Bakmi kuning, bakmi putih, beserta nasi, kadang diramaikan oleh potongan cap-jaek, dengan suwiran ayam dan kalau perlu balungan beserta rempela-ati, dengan bawang geprek dan cabai yang jamak, digoreng dengan kerumitan urutan memasukkan bahan yang jadi bagian dari resep rahasia. Duh, sungguh luhur rasanya.

Segala yang ala Magelang memang khas.

Coba perhatikan kosakata dan logat Jawanya yang dekat dengan Jogja tapi punya gaya sendiri. Enak banget, di Magelang jadi “inuk”. “Sedhela” yang artinya sebentar jadi “sedhilit”, dan jika banget jadi “sedhilut”. Panjang banget juga jadi “panjing”, mengikuti “dawa” yang bangetnya menjadi “dowi”.

“Njuk nek ngaten niku pripun njiiihhh, lak misak’aken sanget njiiihhh”, begitu cara orang Magelang berbincang sopan; memakai “njih” panjang yang diangkat naik nadanya.

Asyik sekali dulu saya membaca novel ‘Burung-burung Manyar’ karya YB Mangunwijaya yang bagian awalnya berlatar Magelang. Pembukanya begini:

“Pernah dengar “anak kolong”? Nah, dulu aku inilah salah satu modelnya. Asli totok. Garnisun divisi II Magelang (ucapkan: MaKHelang). Bukan divisi TNI dong. Kan aku sudah bilang: totok. Jadi KNIL. Jelas kolonial, mana bisa tidak. Papiku loitenant keluaran akademi Breda Holland. Jawa! DAN Keraton! Semula tergabung dalam Legiun Mangkunegara. Tetapi Papi minta agar dimasukkan ke dalam slagorde langsung di bawah Sri Baginda Neerlandia saja; Ratu Wilhelmina kala itu. Tidak usah dibawahi raja Jawa. ”

Ketika pekan lalu sepanggung dengan Redaktur mojok.co, Agus Mulyadialias @AgusMagelangan di acara PR Summit @PK_Sejahtera, saya merasakan kemagelangan sejati. Ya, kami seberbeda bakmi dan nasi, tapi hakikatnya tepung, siap berpadu untuk rasa yang luhur. Nuwun Mas.?


Posted

in

by

Tags: